Detik-detik Saat 4 Relawan Tagana Yang Tewas Terkena Wedhus Gembel

"Keempat orang ini anak-anak Glagaharjo. Mereka mempunyai motivasi yang sama untuk menyelamatkan para pengungsi di desanya. Kinerjanya bagus sekali. Tapi
Tuhan berkehendak lain. Kami merasa sangat kehilangan."

Itulah kesan yang disampaikan oleh Komandan relawan Taruna Siaga Bencana (Tagana) Andi Anindito, terhadap 4 relawan Tagana yang gugur saat bertugas di Gunung Merapi. Dua jenazah, Ariatno dan Samiyo, kini telah dievakuasi ke Rumah Sakit Dr Sardjito, Yogyakarta. Sedangkan dua lainnya, Supriyadi dan Supriyanto, masih terkubur material panas Gunung Merapi sedalam 3 meter.

"Keluarga sudah meminta agar segera ditemukan. Tapi bagaimana lagi. Jenazah tertimbun 3 meter oleh material merapi. Lagi pula material itu masih sangat panas," kata Andi.

Andi menceritakan, pada saat terjadi letusan terdahsyat Merapi pada Kamis 4 November 2010 hingga Jumat keesokan harinya, keempat relawan itu berjaga di dusunnya, Glagaharjo, Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman. Lokasi itu berjarak sekitar 12 Km dari puncak Merapi.

Supriyadi dan Supriyanto menjaga gudang logistik bantuan. Sementara Ariatno dan Samiyo berjaga di tempat lain, namun masih berada di wilayah Glagaharjo.

Ketika Merapi menunjukkan tanda-tanda memburuk pada Jumat pukul 01.00 WIB, Supriyadi dan Supriyanto mendengar adanya sejumlah penduduk yang terancam oleh awan panas. Di sini lain, keduanya harus menjaga logistik pengungsi.

"Namun, mereka tetap mendekati para pengungsi dan membujuk turun. Akhirnya malah nggak selamat," ucapnya.

Sebelum wedhus gembel turun menggulung, menurut Andi, Supriyadi dan Supriyanto sempat menelepon posko yang berada di bawah. Komandan lapangan saat itu meminta agar keduanya segera turun dan menyelamatkan diri. Namun, mereka memilih untuk menjemput para pengungsi.

Begitu pula dengan Ariatno dan Samiyo. Kedua relawan ini tetap bertahan untuk mengevakuasi warga meski wedhus gembel kian dekat. Mereka sebenarnya menunggu kendaraan susulan yang akan melarikannya ke tempat aman, namun terlambat.

Menurut Andi, keempat relawan yang meninggal itu adalah orang-orang terakhir yang berada di zona bahaya ketika Merapi meletus. Sebagai warga setempat, mereka mempunyai tingkat emosional dan rasa pengorbanan yang besar bagi para warga Glagaharjo.

Sebagai relawan, mereka tidak hanya mengenal peta Gunung Merapi secara detil. Mereka memiliki kompetensi untuk penanggulangan bencana. Setiap anggota tim Tagana juga dibekali dengan latihan, rencana aksi, dan kemampuan untuk tanggap darurat.

"Tapi situasi seperti kemarin memang tidak kita duga sebelumnya. Sangat cepat. Semua orang tidak mengira," tutupnya.

0 comments:

Related post